Inspirasi Menata Interior Meja Perapian untuk Menyambut Lebaran

Review Film Kim Ji-Young, Born 1982, Sepele di Mata Kita, Belum Tentu Sepele di Mata Orang Lain


Judul                     : Kim Ji-Young, Born 1982

Durasi                   : 1 Jam 58 Menit

Tahun Rilis           : 2019

Sutradara               : Kim Do Young

Pemain                  :

·         Jung Yu Mi sebagai Kim Ji-Young

·         Gong Yoo sebagai Jung Dae-Hyun

·     Kim Mi-Kyung sebagai Mi-Sook (ibu Kim Ji-Young)

Warning: ulasan berikut mengandung sedikit spoiler, tetapi aku jamin tidak akan mengurangi rasa penasaran kalian yang ingin menontonnya secara langsung, apalagi kalau kamu sudah pernah membaca novelnya.

Film ini diadaptasi dari buku karangan Cho Nam-Ju dengan judul yang sama, Kim Ji-Young Lahir Tahun 1982. Sebuah novel yang berani mengangkat tema kaum wanita, yang masih banyak menghadapi diskriminasi gender yang merugikan wanita. Sadar atau tidak, terang-terangan atau secara halus, sekarang masih banyak sindiran-sindiran yang memojokan seorang wanita, banyak yang masih beranggapan kalau wanita yang memilih bekerja seharusnya dilahirkan sebagai pria. Kenapa harus membandingkan gender atas prestasi yang bisa seseorang capai?

Pernah terpikir enggak bagaimana kehidupan seorang ibu rumah tangga seperti apa? Kadang, kita yang sudah bekerja dan masih hidup sendiri merasa sangat risi dengan ‘kecerewetan’ para ibu rumah tangga. Namun, jangan dianggap sepele, ibu rumah tangga juga bisa merasa lelah dan depresi dengan profesi ‘ibu rumah tangga’ yang disematkan kepada mereka.

Gunjingan umum mengatakan kalau kesibukan ‘ibu rumah tangga’ hanya pilihan yang nyaman, tetapi cobalah sehari saja mengambil tugas mereka. Dijamin kamu enggak bakalan betah, aku saja yang hanya melihat kehidupan saudara-saudaraku sangat mengagumi kekuatan fisik mereka. Ditambah lagi dengan omongan pedas yang menyudutkan para ibu rumah tangga yang terlihat hanya nyantai di rumah dan menunggu uang dari gaji suami. Omongan ini sangat dangkal kalau menurutku dan dapat menyerang mental seorang ibu rumah tangga.

Jangan hanya mencibir saat menemukan seorang ibu rumah tangga menjadi mencak-mencak dan marah-marah dengan ucapan kita yang terlihat ‘sepele’. Sepele di mata kita, belum tentu sepele di mata orang lain. Konflik antara mengurus anak atau bekerja bagi seorang perempuan terlihat sepele di mata kita dan menjadikan hal itu sebagai candaan atau lelucoaan, tetapi bagi mereka yang mengalami kebimbangan tersebut akan merasa tersiksa.

Pesan yang bisa aku ambil dari film ini adalah belajar berempati, mencoba memahami lebih dalam problematikan kaum perempuan, para ibu rumah tangga, baik yang dari awal sudah memilih menjadi seorang ibu rumah tangga maupun yang mau menanggalkan pekerjaannya demi fokus pada keluarga.

Lebih luas lagi, aku mendapatkan pelajaran untuk berempati kepada orang lain, apa yang orang lain pilih bukan sesuatu yang harus kita cemooh, karena tidak sesuai dengan pendapat kita. Tentu saja, karena apa yang menurut kita baik adalah apa yang kita harapkan pada diri kita bukan memaksakannya untuk orang lain.

Pesan-pesan dari film ini juga tidak akan tersampaikan dengan baik jika tidak diperankan dengan baik oleh para pemain. Emosi yang coba dihadirkan dalam film sangat menguras emosiku dan menguras air mata.

Dalam film ini, Kim Ji-Young digambarkan sering merasa berat menjalani kesehariannya sebagai ibu rumah tangga, meskipun dia menikah dengan pria yang mencintainya. Perasaan berat ini terjadi karena dia harus meninggalkan pekerjaannya saat memutuskan menikah.

Selain itu, tokoh Kim Ji-Young juga memilih mengelak dari perasaan tertekannya, berusaha meyakinkan diri kalau dirinya baik-baik saja dan tidak memerlukan bantuan orang lain, sehingga tidak menyadari kalau perasaan tersebut membuatnya semakin tersiksa.

Sampai pada suatu hari, suami Kim Ji-Young melihat istrinya bersikap seolah-olah menjadi orang lain. Saat diminta sang suami pergi menemui seorang psikolog, Kim Ji-Young masih menolak, apalagi anggapan pergi ke seorang psikologi hanya untuk mereka yang gila juga masih berkembang di masyarakat, membuat Kim Ji-Young menyimpan saran suaminya.

Padahal, bicara pada seorang psikolog bisa membantu seseorang melepas rasa sesak yang dirasakan, karena tidak semua orang di sekitar kita mampu jadi pendengar, kebanyakan orang lebih suka bereaksi dan memberikan pendapat dari hidup mereka yang tidak sama dengan orang lain.

Bagi wanita yang mengalami situasi yang sedikit mirip dengan Kim Ji-Young, bisa mencoba mengutarakan kegelisahannya dengan tepat, seperti yang dilakukan Kim Ji-Young pada akhir film. Jangan sungkan untuk meminta pertolongan, walaupun banyak yang mencemooh, tetapi orang-orang baik yang mau membantu juga tidak kalah banyak.


Setiap manusia punya jalan masing-masing, punya penderitaan dan kebahagiannya masing-masing. Wajar bagi seseorang untuk meminta pertolongan saat sedang mengalami beban kehidupan, wajar kalau kita mengeluarkan unek-unek kepada orang yang tetap, orang yang bisa membantu kita menghadapi beban yang rasanya sudah tidak bisa tertanggung lagi. Terakhir, film ini ditutup dengan langkah Kim Ji-Young berani membagikan kisahnya dengan cara yang tepat, menulis.

Written by Mu'ala

Komentar