Forget Me Not - Bab 5

 

Bab 5 - Debaran Aneh

Rasa lelah baru Anna rasakan ketika kembali ke kamar penginapan. Anna sempat membuka laptop, memindah file naskah dari ponsel untuk mulai dikerjakan. Namun, rasa lelah setelah berjalan selama 6 jam bersama Chakan membuat Anna memejamkan mata dengan cepat.

Anna terbangun dalam gelap, hari telah hitam sempurna, lampu kamar belum dihidupkan. Anna meraba tempat tidur, mencari ponsel untuk memberikan penerangan menuju sakelar lampu.

Lampu dihidupkan, Anna mengeluarkan croissant matcha dari paper bag, juga pembatas buku.

"Astagfirullahalazim. Lupa lagi," seru Anna, menepuk keningnya, cukup keras hingga menimbulkan suara.

Anna menatap croissant matcha dengan muka masam. Lagi-lagi Anna lupa, tidak membayar sarapannya tadi pagi kepada Chakan. Anna mengisi perutnya dengan mengunyah pelan croissant matcha dan teh yang tersedia di kamar. Perasaan tidak enak mengganjal di hati.

"Eh, tapi aku jadi punya alasan kuat untuk mengirim pesan ke Chakan."

Senyum tipis menghiasi wajah lelah Anna.

"Sebelum itu, aku harus mulai mencicil hutang pekerjaanku," bisik Anna pada diri sendiri.

Setelah menyelesaikan makan malam sederhananya, Anna membangunkan laptopnya yang tertidur, mulai bekerja.

Seperempat malam Anna gunakan untuk membaca naskah baru, yang baru tadi pagi dikirimkan Elijah. Anna membuat beberapa catatan untuk ditanyakannya saat masuk kerja nanti.

Malam ini Anna perlu istirahat, besok pagi masih ada tugas yang menunggu, tugas utamanya hingga dikirim ke Edinburgh. Anna merapalkan doa sebelum tidur, berharap perjalanannya besok membuahkan hasil. Tentu saja tidak setiap doa harus terjawab segera. Keberuntungan tidak berpihak padanya kali ini.

"Masih kosong," lirih Anna kecewa.

Keesokan harinya, Anna kembali harus menerima kepahitan, mendapati rumah penulis wanita yang didatanginya tidak menunjukkan adanya tanda-tanda kehidupan.

"Hahhh."

Anna menghela napas panjang, berjalan gontai menuju kafe kemarin untuk menghibur hatinya. Kedatangan Anna disambut oleh kucing hitam di pintu masuk. Anna datang ke kafe itu lagi untuk merasakan croissant matcha kemarin, tetapi juru masak di kafe itu sepertinya senang mengganti-ganti menu. Kue-kue dan roti yang terpajang di etalase kaca hari ini berbeda dengan kemarin.

Setelah mempertimbangkan beberapa pilihan, Anna memesan eclair cokelat dan blueberry cheesecake. Anna tidak mengambil sarapannya di hotel, datang lebih pagi ke rumah penulis wanita itu, mendatangi kegagalan keduanya dengan perut kosong.

Anna memadukan eclair cokelat dan blueberry cheesecake dengan teh tawar hangat. Ditemani kucing hitam yang berbaring nyaman dipangkuannya, Anna mengunyah sendok pertama cheesecake-nya dengan pelan, menikmati setiap rasa yang dicecapi indra perasanya.

Pagi ini tidak hujan, meskipun tidak bisa dikatakan cerah, Anna masih belum menyerah, memperpanjang sabar.

"Mungkin dia sekarang sedang duduk termenung memandang ke jendela kereta menuju Edinburgh," gumam Anna.

Satu tangan Anna mengusap lembut kucing hitam di pangkuannya, yang sekarang mendengkur halus.

"Kita tunggu sampai nanti siang," lanjutnya.

Penggunjung lain mulai berdatangan, percakapan mengisi langit-langit ruangan bersama aroma sedap makanan. Anna menambah satu gelas teh, juga sepiring avocado toast. Anna ingin makan banyak pagi ini, mengisi energi penuh.

Pengunjung kafe silih berganti, Anna bersyukur pemilik dan pelayan kafe tidak mengusirnya atau menunjukkan gelagat tidak senang dengan keberadaan dirinya.

"Apa tidur pagimu enak?" tanya Anna, mengelus kucing hitam yang meregangkan tubuh di sampingnya. 

Kucing hitam itu mengelus-ngeluskan kepalanya ke tubuh Anna.

"Namanya Benz, sepertinya dia jatuh cinta padamu," ucap pelayan wanita saat hanya tersisa Anna di kafe.

"Makan dahulu, Jesh," ucap pelayan yang ada di bagian kasir.

"Ini waktu tenang sebelum jam sibuk," cerita pelayan wanita itu tanpa diminta.

Pelayan wanita itu mengambil jatah makan dan minumnya, kemudian mendekati Anna.

"Boleh aku duduk di sini bersamamu dan Benz?" izin pelayan wanita itu.

Anna mengangguk.

"Aku tidak pernah melihat Benz mendekati pelanggan lain seperti yang dilakukannya padamu. Kemarin sepertinya dia kalah saing dengan pria tampan itu," oceh Jesh di sela-sela mengunyah roti isi.

Anna tertawa kecil, mengusap lembut kucing hitam bernama Benz.

"Apa kamu mau berteman denganku?"

Benz mengeong, menyambut ajakan Anna.

"Benz benar-benar suka denganmu, Nona, he-he-he," kekeh Jesh.

Di siang hari, setelah jam sibuk kembali hinggap di kafe kecil itu, Anna memutuskan beranjak dari tempat duduk. Anna mengucapkan 'see you later' kepada Benz sebelum keluar dari kafe.

Anna berkeliling ke jalan yang dilewatinya bersama Chakan kemarin. Jam 2 siang, Anna kembali ke rumah penulis wanita itu.

"Permisi, boleh tahu kamu dari mana? Biar nanti aku sampaikan ke Anne kalau ada wanita yang mencarinya selama dua hari ini," usul tetangga penulis wanita itu.

"Tidak, terima kasih," tolak Anna, tidak mau membocorkan identitasnya sebagai orang dari penerbitan.

Anna tidak mau penulis wanita itu malah 'kabur' lebih lama dan makin susah ditemui. Terpaksa Anna melaporkan kegagalannya kepada Elijah. 

Anna kembali ke penginapan, secepat mungkin membereskan barang-barangnya, bersyukur masih ada tiket yang tersisa untuk kembali ke London sore ini juga. Atas persetujuan Diana, yang disampaikan oleh Elijah, Anna pulang dengan tangan kosong ke London.

"Tidak apa-apa, Nona. Hanya terlewat 4 jam. Lagi pula, penginapan ini juga belum memiliki pengunjung selanjutnya."

"Thank you."

Anna mengucapkan terima kasih sekali lagi atas kemurahan hati pemilik penginapan yang tidak menghitung 4 jam keterlambatannya melakukan check out. 

"Seharusnya aku check out dan menitipkan barang saja sebelum pergi tadi pagi," omel Anna pada dirinya sendiri, mempercepat lajunya agar tidak ketinggalan bus menuju stasiun.

Waktu Anna tidak banyak, hanya ada 10 menit sebelum jadwal keberangkatan. Langkah Anna cepat, langsung ke platform 5, tempat kereta menuju London menunggu penumpang.

Anna menghela napas lega saat duduk di kursinya, di sampingnya-di dekat jendela, duduk seorang gadis kecil.

"Dia mau duduk sendirian di sana," ujar seorang wanita.

Di dalam kereta yang bergerak menuju London, sepanjang sore, Anna mengobrol santai dengan teman kecil di sampingnya.

Anna sempat berharap bisa bertemu dengan Chakan lagi, tetapi tidak ada keajaiban yang sama akan terulang berulang kali. 

Sisa perjalanan, saat lagit telah gelap, saat gadis kecil di sampingnya terlelap setelah menyantap makan malam, pikiran Anna kembali dipenuhi oleh Chakan.

Seperti kekecewaan Anna akan satu kata perpisahan Chakan kemarin. Anna bisa merasakan kalau dirinya tidak akan bertemu dengan pria itu lagi. Tidak ada yang bisa dilakukannya, Anna pun memutuskan untuk tidur di kereta yang baru akan sampai di tempat tujuan satu setengah jam lagi.

"Kita sudah sampai."

Pundak Anna ditepuk pelan, suara gadis kecil di sampingnya sangat jelas di telinga kanan Anna. 

Anna mengerjap beberapa detik, tersenyum ke arah gadis kecil bernama Lucy yang baru dikenalnya.

"Terima kasih, Lucy."

Anna berpisah dengan rombongan keluarga Lucy di stasiun, kemudian menyambung perjalanan pulangnya secepat mungkin. Tidur selama satu setengah jam tadi cukup memberikan tenaga bagi Anna.

Sampai di apartemen, Anna berganti pakaian dan siap memeriksa pekerjaannya, sebelum besok bekerja di kantor.

Sambil menyantap kentang goreng dingin yang sempat dibelinya di stasiun, Anna menghabiskan waktu dua jam untuk membaca hampir seperempat novel, catatannya bertambah, konflik utama dalam novel baru saja akan dimulai. 

Naskah novel yang Anna kerjakan menarik, tetapi Anna harus segera tidur, tidak mau terlambat berangkat kerja besok pagi.

"Emmm, kirim atau tidak?"

Setelah bangun dari tidur singkatnya di kereta, Anna terpikirkan satu celah yang bisa digunakannya untuk mengirim pesan kepada Chakan. Mengingatkan Chakan kalau dirinya masih belum membayar hutang.

"Kirim atau tidak?" gumam Anna, beranjak ke tempat tidur.

Saat iseng memeriksa kotak masuk email, Anna terkejut dengan satu pesan elektronik dari Chakan. Komunikasi jarak jauh pertama Anna dengan Chakan membuatnya berdebar. 

Sebenarnya, pesan dari Chakan sangat sederhana, berisi sapaan dan menanyakan tentang posisi Anna saat ini, apakah masih di Edinburgh atau sudah kembali ke London.

Anna menepuk pipi kirinya pelan setelah merasakan debaran aneh di jantungnya, lalu membalas email dari Chakan.

[Aku sudah di London, baru tiba malam ini. Kamu lupa menagihku, Chakan. Aku pun lupa, aku masih punya hutang padamu]

Kebahagiaan Anna tidak berhenti sampai di email Chakan saja, hati Anna makin berbunga-bunga saat mendapatkan pesan dari Brian yang mengatakan tidak sabar bertemu dengan Anna besok pagi di kantor.

Anna berguling-guling di tempat tidur, membuat seprai jadi lecek. Tubuh Anna hampir terjatuh ke lantai.


Baca cerita lengkapnyan di sini:

Valenashzona - Forget Me Not


Written by Mu'ala

Komentar