- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Bab 4 - Kegugupan yang Indah
Anna sudah memiliki rencana untuk memantau keberadaan Chakan di penginapan pria itu. Anna akan merealisasikan rencananya setelah bekerja. Anna tidak menduga jika kewajibannya pergi ke rumah penulis wanita-yang belum menghasilkan apa-apa hari ini, membawanya bertemu kembali dengan Chakan.
"Hi, Anna. Kita bertemu lagi."
Kalimat Chakan membawa Anna keluar dari pusaran keterpanaan.
"Hi," sahut Anna.
"Ada beberapa pertanyaan yang ingin aku tanyakan kepadamu, tapi sebaiknya kita mencari tempat berteduh," saran Chakan.
Gerimis memaksa Anna dan Chakan untuk mencari tempat berlindung. Keduanya lalu pergi ke kafe yang Anna pilih dari internet.
Terlalu pagi, pelayan kafe yang didatangi Anna dan Chakan baru saja membalik tulisan 'close' ke 'open' di pintu kaca. Selain Anna dan Chakan, hanya ada tiga orang lainnya, satu orang di balik meja panjang bertuliskan 'kasir' pada satu sisi dan satu orang lagi sedang menyusun kue-kue dalam etalase, sementara wanita muda yang tadi baru membalik papan kecil di pintu sedang sibuk menata kursi-kursi.
Chakan sibuk memilih kue dalam etalase, belum ada yang menarik lidahnya, sementara Anna, perhatiannya teralihkan pada seekor kucing hitam yang melingkarkan badan di kaki meja dekat kaca besar.
Kalimat Chakan yang terdengar seperti dengungan mengembalikan perhatian Anna. Mata Anna lalu menyisir barisan kue dalam etalase, matanya tertuju pada croissant yang setengahnya berbalut warna hijau.
"Satu avocado toast, satu benedict eggs, dan hot americano," ucap Chakan kepada pelayan di balik meja.
"Kalau kamu mau sarapan apa, Anna?" tanya Chakan, berbalik.
"Earl grey tea dan ... ini," sahut Anna, menggeser tubuhnya sedikit, menunjuk satu kue bertuliskan Matcha Croissant.
"Oke. Saya ulangi pesanannya. Satu avocado toast, satu benedict eggs, satu hot americano, earl grey tea, dan satu matcha croissant," sambut pelayan, mengulang pesanan.
Anna dan Chakan mengangguk bersamaan.
"Totalnya 28 poundsterling," lanjut pelayan itu.
Anna dan Chakan sama-sama mengambil dompet.
"Biar aku yang bayar dahulu," ucap Chakan.
Gerakan tangan Anna terhenti, membiarkan Chakan membayarkan sarapannya terlebih dahulu.
"Berapa?" tanya Anna setelah mengambil duduk di meja tempat kucing hitam tadi bermain-main.
"Nanti saja."
"Nanti aku lupa."
"Tapi aku tidak akan lupa, nanti akan aku tagih."
Anna bersandar setelah kalah berdebat soal spill bill.
"Kamu tadi bilang punya beberapa pertanyaan untukku. Kamu mau tanya apa?"
Anna mengingatkan Chakan.
"Oh, soal itu ... aku penasaran saja. Apa hari ini jadwalmu memang jalan-jalan di sini?"
Anna mengangguk.
"Kalau begitu keputusanku untuk pergi ke sini sangat tepat, karena jujur saja, aku ingin bertemu lagi denganmu," ungkap Chakan.
Ungkapan Chakan melambungkan hati Anna, gerakan lincah kucing hitam di sampingnya malah terlihat sangat lambat, ditambah ada imajinasi kupu-kupu yang datang dari khayalan romantis Anna.
"Kamu mau menemui seseorang atau jalan-jalan biasa saja?"
Anna mendapatkan pertanyaan selanjutnya.
"Rencana awalnya ingin menemui seseorang, tapi batal," jawab Anna, terdengar seperti sebuah keluhan karena diakhiri dengan helaan kekecewaan.
"Kamu sangat ingin bertemu dengan orang itu, ya?"
"Tentu saja."
Akhir kalimat Anna disambut oleh kedatangan dua cangkir yang mengepulkan uap panas.
"Makanannya segera menyusul," ujar pelayan yang mengantarkan minuman Anna dan Chakan.
Anna mengangguk.
"Terima kasih," sambut Chakan, lalu tersenyum lebar.
"What your plan B, Anna?"
"Plan B?" Anna balik bertanya.
"Setelah gagal bertemu dengan orang yang ingin kamu temui, apa yang akan kamu lakukan sekarang?" Chakan memperjelas pertanyaannya.
"Mungkin jalan-jalan, jadi turis dadakan sampai besok. Semoga saja penulis wanita yang ingin kutemui sudah kembali dari London. Aku tidak mau kembali ke London dengan tangan kosong."
"Tunggu! Jadi ... kamu dari London ke Edinburgh untuk menemui seseorang yang pergi ke London?"
"Ya." Anna mengakui ketidakberuntungannya kali ini.
"Kalau boleh tahu, pekerjaanmu apa, Anna?"
"Editor buku."
"Hemmm, aku tidak menyangka kalau pekerjaan seorang editor bisa seperti ini. Aku kira seorang editor hanya duduk di meja kerja, memeriksa naskah sebelum dicetak," komentar Chakan.
"Sesekali para editor harus menemukan dan mencari penulis untuk mengeluarkan bakat tersembunyi. Perjalanan sebuah novel sangat panjang bersama penulisnya, diperpanjang saat memasuki tahap penerbitan sampai berhasil tiba di tangan pembaca."
Tidak terasa Anna mengoceh panjang, jika berhubungan dengan buku dan dunia pekerjaannya sebagai editor, satu pertanyaan bisa memantik Anna bercerita panjang, terutama saat dia merasa nyaman.
Pesanan kue Anna dan makanan Chakan datang. Anna menyeruput teh hangatnya sebelum menggigit croissant berbalut matcha. Mata Anna melirik ke arah peralatan fotografi Chakan.
Anna tergelitik untuk bertanya lebih lanjut tentang pekerjaan Chakan.
"Chakan, apa aku boleh tanya?" izin Anna.
"Tentu saja."
"Kamu kerja untuk perusahaan mana? Sepertinya menyenangkan sekali bisa kerja sambil keliling dunia."
"Iya, berkeliling dunia sambil bekerja memang sangat menyenangkan, impianku."
Anna masih menunggu pertanyaan utamanya dijawab oleh Chakan.
"Aku tidak bekerja di sebuah perusahaan. Aku kerja untuk diriku sendiri. Aku menjual foto-fotoku di internet," lanjut Chakan setelah mengunyah avocado toast-nya.
Refleks kepala Anna mengangguk pelan, tidak menduga kalau pekerjaan tersebut bisa sangat menghasilkan dan bisa membawa Chakan berkililing dunia. Anna jadi teringat kerjaannya.
Tangan Anna terangkat, mengambil ponsel untuk memeriksa email dari Elijah. Dokumen yang dikirim oleh kepala editornya itu belum diunduh oleh Anna.
"Karena kamu bilang akan menjadi turis dadakan hari ini, bagaimana kalau kamu ikut denganku?" ajak Chakan.
Anna yang tengah memeriksa naskah digital di ponselnya mendongak.
"Ya itupun kalau kamu tidak keberatan jalan-jalan denganku," lanjut Chakan.
Tentu saja aku tidak keberatan, seru Anna dalam hati.
Sejak memasuki kafe setengah jam yang lalu, Anna telah memikirkan berbagai cara untuk mengikuti Chakan. Tanpa diduga, Anna justru ditawari lebih dahulu.
Anna menyambut ajakan Chakan dengan mengangguk.
"Bagus sekali, aku tidak harus jalan sendirian hari ini," seru Chakan, senyum bahagia terkembang di wajahnya.
Anna makin terpukau dengan wajah pria itu, naskah digital bertema dark academy yang baru diperiksanya bisa dibaca nanti. Kesempatan untuk jalan-jalan dengan Chakan tidak akan datang dua kali, meskipun ini sudah kebetulan yang kedua baginya.
Hujan di luar telah reda, piring makanan Anna dan Chakan sudah kosong, dua cangkir di meja juga telah tandas.
"Mau jalan-jalan sekarang?" ajak Chakan.
"Iya," sambut Anna mantap dan cepat.
Kaki Anna melangkah pelan, menyusuri Dean Village bersama Chakan yang sudah sibuk dengan kamera sejak keluar dari kafe.
Anna bisa melihat kilat semangat di mata Chakan saat bekerja, tatapan semangat seseorang yang telah menemukan pasion dalam pekerjaan. Suasana mistis yang indah di Dean Village menemani setiap langkah pelan Anna dan Chakan.
"Sepertinya sudah cukup," ucap Chakan setelah memeriksa hasil tangkapan kameranya.
Dari Dean Village, setelah berpindah tempat menggunakan bus, Anna dibawa Chakan menyusuri jalan terkenal di Edinburg.
"Kamu bisa window shopping di sini, he-he-he," kekeh Chakan.
"Iya," sahut Anna, bibirnya spontan membalas tawa kecil Chakan.
Perhatian Anna pun tidak bisa lepas dari toko buku. Menyadari hal tersebut, Chakan pun mengajak Anna untuk melihat isi toko buku. Anna mengangguk cepat, senyumnya terkembang lebih lebar.
"Selain dunia fotografi, apa kamu suka membaca, Chakan?" tanya Anna ketika melewati dua rak buku yang tinggi dan panjang.
"Sayangnya aku tidak tahan membaca buku lama-lama. Tapi kalau kamu merekomendasikan satu judul buku untukku, aku akan coba untuk membacanya," ungkap Chakan jujur dengan minatnya yang rendah akan membaca.
"Hmmm, ada satu judul yang menurutku ramah untuk pemula. Buku itu cukup terkenal dan sangat bagus. Sebentar, coba aku tanya dengan pemilik toko, apa mereka memiliki novel itu," timpal Anna.
Di meja kasir Anna menelan kekecewaan saat menerima gelengan dari kasir. Untuk menghibur hatinya, Anna mengambil dua pembatas buku, kemudian berjalan beberapa langkah menuju satu rak buku. Ada satu judul buku yang sudah lulus pemindainya untuk diambil.
"Maaf, Chakan. Buku yang aku rekomendasikan tadi tidak ada. Sebagai gantinya, kamu bisa membaca novel tipis ini."
Setelah keluar dari surga bagi pecinta buku itu, Anna memberikan satu pembatas buku dan satu novel yang diterbitkan oleh penerbit tempatnya bekerja sekarang.
"Aku kerja di sini," ucap Anna bangga seraya menunjuk logo penerbit di pojok kanan atas buku.
Tidak lupa, Anna juga memberikan rekomendasi satu judul novel kepada Chakan, novel yang gagal didapatkannya di toko buku tadi. Anna merasa waktu kebersamaannya dengan Chakan akan segera habis, tidak mungkin memaksa mencari novel tersebut di toko buku lain.
Tidak terasa hari telah beranjak siang, sebelum berpisah, Chakan mengajak Anna makan siang bersama di salah satu kafe di Royal Mile. Seraya menyantap makanannya, otak Anna tengah memikirkan strategi untuk meminta kontak Chakan. Anna ingin melanjutkan komunikasi, meskipun harus jarak jauh dengan Chakan.
Anna tidak bisa memberikan akun media sosialnya karena sudah pensiun dari semua akun media sosialnya empat bulan yang lalu. Anna tidak mau berpisah begitu saja kali ini, setelah melalui perjalanan romantis berbalut keajaiban–versi penglihatan Anna.
"Chakan, apa aku boleh tahu emailmu?" tanya Anna hati-hati dan malu-malu.
Sebelum benar-benar berpisah, Anna memberanikan diri untuk meminta email Chakan dan berharap tidak berakhir seperti Brian dua tahun yang lalu.
"Tentu saja," sambut Chakan santai, lalu menyebutkan emailnya.
Anna menulis dengan cepat email Chakan pada note digital ponselnya, lalu menyebutkan emailnya sendiri kepada Chakan, masih dengan wajah dan nada bicara malu-malu.
“Thank you. Senang bertemu denganmu, Anna. Goodbye.”
Anna memandangi punggung Chakan hingga pria itu menghilang di kerumunan manusia.
“Seharusnya kamu mengucapkan sampai bertemu lagi, bukan selamat tinggal,” ucap Anna kecewa, suasana hatinya berubah dengan cepat setelah mendengar satu kata perpisahan dari Chakan.
Anna berbalik, kebahagiaan, kegugupan indah yang baru saja dicecapnya itu seolah ingin cepat-cepat pergi, redup dengan perlahan.
Baca cerita lengkapnyan di sini:
Written by Mu'ala
Komentar
Posting Komentar